SPERMATOGENESIS PADA MANUSIA (2)

Materi ini diposting oleh Citra S.R
 
Bagaimana Spermatogenesis itu berlangsung? Let's check this video! 

                                     
Proses Spermatogenesis
Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=eddh-AGV-6c
(Edited by Citra) 

Pengaruh Hormon-Hormon dalam Spermatogenesis
Proses spermatogenesis sangat dipengaruhi oleh kerja berbagai hormon yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior, juga oleh hormon lain yang dihasilkan testes melalui mekanisme umpan balik negatif (Pujiyanto, 2008). Mula-mula, hipotalamus mengeluarkan faktor pelepas yang menstimulasi kelenjar hipofisis anterior untuk menyekresi FSH dan hormon lutein. Selanjutnya FSH merangsang sel-sel Sertoli pada testis untuk menghasilkan androgen binding protein (ABP). Adapun LH merangsang sel-sel Leydig untuk menyekresi hormon testosteron. Testosteron dan FSH secara bersama-sama mengendalikan pembentukan sperma selanjutnya.

Regulasi Hormon pada Pria
Sumber: http://biodewi.webs.com/kelenjarkelamin.htm


Hypothalamus
GnRH
Pituitary
LH
Testes
Testosterone
 
Untuk penjelasan lebih jelas, hormon-hormon yang berpengaruh dalam proses pembentukan spermatozoa adalah sebagai berikut:
1.    Testosteron
Testosteron adalah hormon yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan seks sekunder pria seperti pertumbuhan rambut di wajah (kumis dan jenggot), pertambahan massa otot, dan perubahan suara. Hormon ini diproduksi di testis, yaitu di sel Leydig. Produksinya dipengaruhi oleh FSH (Follicle Stimulating Hormone), yang dihasilkan oleh hipofisis. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder. Hormon ini berfungsi merangsang perkembangan organ seks primer pada saat embrio, mempengaruhi perkembangan alat reproduksi dan ciri kelamin sekunder serta mendorong spermatogenesis.

2.    Follicle Stimulating Hormone/FSH
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. FSH berfungsi untuk merangsang sel Sertoli menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi spermatozoa disebut spermiogenesis. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari.

3.    Luteinizing Hormone/LH
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. Fungsi LH adalah merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada masa pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder. Pada pria, awal pubertas antara usia 13 sampai 15 tahun terjadi peningkatan tinggi dan berat badan yang relatif cepat bersamaan dengan pertambahan lingkar bahu dan pertambahan panjang penis dan testis. Rambut pubis dan kumis serta jenggot mulai tumbuh. Pada masa ini, pria akan mengalami “mimpi basah”.

4.    Estrogen
Estrogen dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel Sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma.

5.    Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada spermatogenesis.

6.    Hormon Gonadotropin
Hormon gonadotropin dihasilkan oleh hipotalamus. Hormon ini berfungsi untuk merangsang kelenjar hipofisa bagian depan (anterior) agar mengeluarkan hormon FSH dan LH.

Tahapan-Tahapan Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan proses yang kompleks, terbagi menjadi beberapa tahap. Berikut tahap pembentukan spermatozoa yang dibagi atas tiga tahap yaitu :

Tahapan-Tahapan Spermatogenesis

1.    Tahapan Spermatocytogenesis
Spermatocytogenesis merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer. Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer. Spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23 kromosom berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid. Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.

2.    Tahapan Meiosis
Spermatosit primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder yang n kromosom (haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara meiosis II membentuk empat buah spermatid yang haploid juga. Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.

3.    Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup (cap), fase akrosom, dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa (sperma) masak. Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor. Pembentukan spematid sebagai hasil dari bagian pematangan (maturation) merupakan sel dengan organel-organel di dalamnya. Dalam bentuk ini, sel tidak dapat berperan sebagai sel gamet. Banyak perubahan yang ikut serta untuk merubah dari spermatid non-motil menjadi spermatozoa motil. Tujuan utama adanya perubahan untuk menambah motilitas sperma. Perubahan-perubahannya yaitu:
·         Inti sel menyusut karena kehilangan air dan DNA menjadi padat.
·         Sebuah akrosom dibentuk dari kompleks golgi.
·         Sebuah filamen aksial ekor dari spermatozoa dibentuk dari sentriol distal spermatid.
·     Sebuah cincin mitokondria dibentuk dari mitokondria disekitar sentriol distal dan dinamakan sebagai nebenkern.
·       Banyak sitoplasma dari spermatid menghilang dan sitoplasma yang tertinggal membentuk sebuah tudung sekitar spiral mitokondria. Tudung ini disebut manchette.

 Spermiogenesis

Selama proses diferensiasi, perkembangan sperma memiliki kepala yang melekat dalam sel sertoli, yang dianggap untuk menyediakan nutrisi untuk perkembangan sperma, karena sitoplasma mereka terdiri dari simpanan yang banyak dari glikogen yang berkurang seperti spermatid matang. Tidak ada bukti langsung untuk fungsi nutrisi, tetapi beberapa bentuk sterilitas pria dihubungkan dengan kegagalan produksi normal sel-sel sertoli. Mikroskop elektron telah menangkap membran plasma yang jelas sekitar dua tipe sel pada poin koneksi, dan hubungan sel sertoli-spermatid tidak sinkron seperti yang dianggap. Pada semua tahap diferensiasi, sel-sel spermatogenik ada dalam koneksi yang dekat dengan sel-sel sertoli. Sebuah sel sertoli memperluas dari membran dasar ke lumen tubulus seminiferus, meskipun proses sitoplasmik sulit untuk dibedakan dengan mikroskop cahaya. Hasil akhir proses ini adalah sel-sel sperma dewasa yaitu spermatozoa. Karena terjadi pemisahan pasangan kromosom, suatu sel sperma akan mengandung kromosom separuh dari induknya (44+XY) yaitu kemungkinan 22+X atau 22+Y. Keseluruhan proses spermatogenesis - spermiogenesis normal pada pria memerlukan waktu 60-70 hari.

Book Reference: 
Fried, H. George dkk.(2005). Schaum’s Outlines BIOLOGI edisi kedua. Jakarta: ERLANGGA
Campbell,  dkk.(2004). Biologi Edisi ke 5 Jilid III. Jakarta : Erlangga
Pratiwi, D.A. (1996). Biologi 2. Jakarta. Erlangga
Syahrum, H. M. (1994). Reproduksi dan Embriologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Pujiyanto, S. (2008). Biologi untuk SMA Kelas XI. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri 

Reference: 
http://www.univsul.org/Dosekan_Wanekan_D/L%202%20Gametogenesis.pdf
Share this article :

Post a Comment

 
Copyright © 2008-2013. Have Fun Learning Biology
Proudly powered by Blogger